Karena di tempat saya tinggal ada tiga tukang sayur. Mereka beda-beda jam bukanya. Yang paling awal buka, paling murah, dan paling komplit ya di tukang sayur favorit saya ini.
Tukang sayur favorit ini sepasang suami istri yang paruh baya. Kata asisten saya, mereka penduduk asli daerah ini dan berjualan sayur sudah puluhan tahun. Mulanya yang berjualan sayur hanya istrinya, sang suami dulunya berjualan bakso kemudian alih profesi membantu istri. Area penjualannya tidak jauh kok, cukup di lingkungan sekitar tempat tinggalnya saja.
Karena setiap hari belanja dan ketemu sambil diselingi obrolan ringan sepertinya terjadi chemistry antara ibu-ibu dengan tukang sayur. Mungkin hal ini dirasakan juga oleh ibu-ibu lainnya, tak hanya saya. Jika tak ada mereka, pasti ibu-ibu merasa ada yang kurang dan kadang tidak semangat memasak. Seperti obrolan pagi tadi yang saya dengar dari seorang ibu yang belanja.
''Bang, kemarin libur ya? Bingung tauk ga ada abang. Masak cuma seiprit, untung masih ada sayur asem di kulkas.''
Dalam hati, saya mengiyakan si ibu tadi dan mengucap syukur. Betul banget, pagi tanpa tukang sayur itu belum lengkap bagi ibu-ibu. Keberadaan mereka yang sederhana ternyata sangat dinanti. Jika tidak ada mereka, rumah tidak ada masakan atau mungkin ada masakan tapi seadanya. Saya juga bersyukur karena kemarin masih ada sisa sayur jadi tidak perlu belanja.
Profesi tukang sayur kalau dilihat hanya biasa saja. Tapi, coba tengok lebih dekat kehidupan mereka. Kebetulan, tetangga saya di Semarang ada yang berjualan sayuran di pasar jadi saya tahu persis kehidupan mereka. Eh, mertua saya juga ding. Beliau juga pedagang di pasar.
Setiap hari tukang sayur harus bangun sekitar jam tiga pagi, berangkat kulakan ke pasar. Di sini, fisik mereka harus kuat. Bangun harus pagi dan mereka membawa sendiri hasil belanjaannya. Dagangan mereka tidak sedikit lho jadi mereka kadang bolak-balik membawa dagangan ke suatu tempat. Ketika sampai di lapak atau warung, mereka akan menurunkan belanjaan dan ditata supaya proses jual belinya lancar. Kalau mereka kesiangan, pasti diprotes ibu-ibu atau bisa saja sisa dagangannya masih banyak.
Kalau dagangan yang cepat busuk tidak laku biasanya mereka akan memberikan ke temannya sesama pedagang atau ke tetangga. Daripada busuk lebih baik barang tersebut diberikan orang lain, biasanya pemikiran mereka seperti itu. Sampai di sini, kadang saya berpikir, untung mereka berapa sih? Apa tidak rugi tuh?
Hebatnya lagi, mereka bisa hidup hanya dengan barang dagangan yang remeh-temeh. Meski hanya berjualan sayuran dan lauk pauk, mereka bisa menyekolahkan anak-anak, beberapa ada yang sampai kuliah. Mereka bisa hidup dan membantu keluarga lain yang membutuhkan. Bahkan ada yang bisa pergi haji dengan profesi tersebut. Subhanallah.
Lah, kok saya malah cerita ke mana-mana yak? Gegara kejadian kecil pagi tadi saya bisa melihat ini semua. Memang kecil sih, tapi saya bisa melihatnya lebih dekat. Abang sayur, i need you :)
Kalo di pasar deket rumahku banyak yang jualan sayur, jadi banyak puilihan. Tapi tetep saya lebih suka belanja di tukang sayur yang mas-mas bukan ibu2 ntah kenapa
ReplyDeleteHehehe mungkin yang mas-mas ga banyak omong kali mba..
DeleteSaya jg punya tukang sayur langganan. Punya anak 3, bisa menyekolahkan anak sampe SMK, bisa bikin pesta khitan untuk anaknya....:)
ReplyDeleteAlhamdulillah, mereka hebat ya Mba..
DeleteBelanja sayur k tukang sayur lewat, yg jd langganan tetap 2 org.yg duluan lewat,itu yg jadi t4 blanja of the day..hehe
ReplyDeleteBiar cepat dimasak ya Mba hehe..
DeleteNaaa mau cerita juga nih, kebetulan tu tetangga ibu saya ada yg juragan bawang. Biasanya tiap Lebaran suka ngasih tetangga sekomplek bawang masing2 sedompol. Lebaran terakhir lalu enggak ngasih, langsung jadi bahan gunjingan, dibilang pelit segala. Saya bilang, jangan gitu, orang usaha pasti ada naik turunnya. Meskipun statusnya juragan tak lepas dari kesusahan. Pasutri tsb sering bawa mobil bak utk kulakan keluar kota, mereka kerja keras, kasihan kalau pr tetangga menuntut berlebihan.
ReplyDeleteKadang orang hanya melihat luarnya saja tanpa mau melihat prosesnya ya Mak..
DeleteIn Shaa Allah selalu dilimpahkan rejeki bagi para tukang sayur ya, Mbak.. :)
ReplyDeleteAamiin..
Deletebhahahaha ini mah diperumahanku juga gitu mbak, kadang mereka selalu ditunggu dan dikejar kejar
ReplyDeleteEmang tukang sayur selalu ditunggu emaks ya :)
Deletehabis baca ini aku jadi kangen pagi2 dikecengin sama tukang sayur hehe..di siak nggak ada tukang sayur keliling kayak di jawa,adanya stay di rumah itupun baru buka jam 9.
ReplyDeleteO ya Mba?
DeleteBerarti ga bisa masak pagi ya..
Makanya saya selalu respek ama para penjual sayur keliling di perumahan mak :) melihat sepak terjangnya yang hebat dan penuh semangat hehehe :)
ReplyDeleteBetul.
DeleteSetiap profesi itu hebat ya..
Ah iya bener banget soal tukang sayur ini, orang tua di Surabaya juga gitu. Ibu-ibu di kampung sudah cocok banget dan ngerasa kurang semangat kalo si bapak sayur libur.
ReplyDeletekenapa ya blognya blogspot ga bisa dikomenin pake open id wp. Jadi komen pake google deh. hehehe.
Ibu dan tukang sayur memnag satu paket..
DeleteWah klo masalah teknis sy ga tau Mas hihihi *gaptek soale..
This blog is very inspiring to me.
ReplyDelete