Sedih rasanya jika melihat acara televisi yang menceritakan sebagian masyarakat kita susah mencari makan padahal makanan adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi manusia.
Mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan harus bersusah payah mendapatkan rezeki demi sesuap makan. Jika kita sedang makan maka bersyukurlah dan nikmatilah makanan tersebut karena tidak semua orang bisa makan seperti itu.
Jangankan di daerah terpencil, di kota besar pun masih banyak orang yang susah mencari makan. Kalau di Depok, saya sering melihat ibu-ibu beserta anaknya yang capek dan beristirahat di Jalan Margonda. Mereka umumnya pemulung atau pengemis yang duduk di sekitar pom bensin atau sepanjang trotoar setelah Pesona Khayangan. Kasihan sekali melihat mereka. Miris ketika di kanan-kiri tempat mereka beristirahat berjejer puluhan mall atau tempat makan. Inilah wajah kota besar yang bagaikan bumi dengan langit. Rasa sebagai sesama manusia tergerak untuk membantu meski tak seberapa. Hal itu sebagai salah satu bentuk ungkapan syukur atas nikmat rezeki yang telah diberikan Tuhan.
Ah, jika ingat kejadian tersebut malah membuat saya teringat saat masih bekerja dulu. Kantor saya dari dulu sampai sekarang selalu menyediakan makan siang bagi pegawai karena jajanan di dekat kantor sedikit. Keputusan ini dibuat untuk memudahkan dan mengefektifkan waktu istirahat pegawai. Karena selera tiap orang berbeda, pasti deh, juru masak kantor hampir setiap hari mendapat komplain entah rasanya kurang enak, sayurnya kurang segar, atau lain sebagainya yang membuat pegawai yang suka mencela kurang nafsu makan.
Saya hanya tersenyum sambil mendengarkan ocehan mereka. Saya tidak peduli dengan omongan mereka. Saya memosisikan diri sebagai juru masak. Saya dapat merasakan bagaimana capeknya mereka saat berbelanja, mempersiapkan sayuran, dan mengolahnya agar menjadi masakan yang enak. Orang memasak itu prosesnya banyak dan kadang capek. Jika orang makan masakan kita dan mereka senang, capek saat memasak seolah terbayar. Jika sebaliknya, seakan capeknya malah bertumpuk-tumpuk.
Dalam hati, saya hanya berkata kalau pegawai tersebut kurang bersyukur menikmati rezeki yang telah terhidang di meja. Coba saja mereka tahu betapa banyaknya orang yang masih susah mencari makan, apakah mereka masih melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut? Saya juga teringat sebuah hadist riwayat Bukhari dan Muslim yang hampir mirip dengan peristiwa di atas yakni
''Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun menghina makanan. Jika beliau suka, beliau akan memakannya, dan jika beliau tidak suka, beliau akan meninggalkannya (tanpa mencela).''
Suatu kali saya pernah semeja dengan salah satu pimpinan saat jam makan siang. Kami berdua mengobrol, biasanya tak jauh dari kehidupan sehari-hari. Beliau bercerita kalau anaknya yang saat itu masih kuliah sedang melakukan penelitian, saya kurang paham dengan penelitiannya. Namun ada kata-kata beliau yang sampai saat ini masih saya ingat.
''Mba, anakku yang sedang penelitian ngomong, kalau sebutir nasi dari sisa makan seluruh rakyat Indonesia dikumpulkan, maka itu bisa memberi makan banyak orang.''
Deg, hati saya berdesir mendengar kata-kata tersebut. Untungnya, saya kalau makan bisa dipastikan piring bersih. Sampai suami bilang, tulang untuk kucingpun tak ada hihihihi. Itu sudah menjadi kebiasaan saya sejak dulu. Kata-kata bulik yang mengubah kebiasaan untuk selalu mengambil nasi sesuai porsi makan, jika kurang nanti bisa tambah lagi. Sewaktu kecil bulik pernah bilang kalau makan nasi harus habis karena pak tani itu susah menanam padi. Maklum, bulik adalah anak seorang petani jadi tahu betul bagaimana susahnya kehidupan petani. Pak tani menanam padi satu per satu baik saat panas maupun hujan. Mereka harus memupuk dan merawat padi agar bisa menghasilkan beras yang bagus. Kadang mereka harus lembur di sawah demi menjaga tanaman padi aman dari serangan hama atau burung. Ah, kenangan masa kecil yang sangat melekat di pikiran sampai sekarang.
Dari beberapa kejadian yang saya alami dan lihat sendiri, maka setiap mau makan saya selalu bersyukur. Berterimakasih kepada Tuhan karena saya masih bisa menikmati rezeki yang orang lain belum tentu bisa seperti mendapatkannya. Lalu saya fokus pada makanan yang disantap. Saya mengunyah pelan-pelan sampai-sampai orang yang duduk semeja pernah bilang, makan koq pakai pengahayatan. Eh, bagi saya ini perlu banget lho, karena menghayati makanan itu bagian dari proses menikmati. Kunyah pelan-pelan. Kalau iseng kumat, kadang saya berimaji sendiri.
''Hei, nasi, sayuran, ikan ayo menari bersama bersamaku.
Jangan nakal ya, kalau udah di lambung nanti.''
Hihihi itu salah satu cara ala saya untuk menikmati makanan. Kalau kamu bagaimana?
#10HariNonStopNgeblogGizi
Wah, kisah yang sangat inspiratif, mba Pipit. Kenikmatan memang bukan berasal dari kepuasan lidah, melainkan kepuasan hati atas nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan. :)
ReplyDeleteSalam hangat,
Sandra Dewa http://sandradewa.blogspot.com/
Terimakasih, Mas.
DeleteHehe ini mah curcol.
Gusti, banyak hikmah yang bisa diambil yah, mbak. saya suka sekali perkataan beliau. di desa saya juga banyak pematang sawah, mbak. kelihatan dari rumah. mereka para petani, kalau menjaga sawahnya sampai teriak2, supaya burung pergi gak makan padinya.
ReplyDeleteIya, Mas.
DeleteBanyak hikmah yg bisa diambil dari hal2 kecil di sekitar kita.
Waktu aku inagurasi, senpai alias kakak senior ku pernah marahin aku gegara nyisain nasi, Mbak.. Sampek sekarang aku selalu berusaha banget buat ngabisin.. Kebayang untuk jadiin satu bulir padi aja butuh berapa banyak tenaga.. :D
ReplyDeleteKekekek jadi inget jaman ospek.
DeleteBener banget, Beb pemikiranmu.
Alhamdulillah apapun makanannya akan selalu bersyukur...makasih mbak udah saling mengingatkan :)
ReplyDeleteSama2 Mba Dwi :)
DeletePipit, saya agak susah kalau disuruh mengunyah pelan-pelan...apalagi kalo enak, wusss, kunyah beberapa kali, dan langsung main telan aja...payah ya!
ReplyDelete:(
Coba deh Bu, pelan2 ngunyahnya biar makanan yg enak tambah wuenak :))
DeleteSetuju banget sama tulisan ini :)
ReplyDeleteTerimakasih, Mas Fikri.
Deletemenurut penelitian, kalo tidak ada orang yang membuang makanan(biasanya masyarakat eropa) dan malah membagikannya, maka tidak akan ada orang yang kelaparan:).
ReplyDelete