Nah, di hari kedua ini (Sabtu) agak lebih santai. Saya dan suami bangun jam 4 pagi, karena ingat temannya mau berangkat jam 5. Sebenarnya saya sudah siap tuk sarapan karena malam sebelumnya udah masak nasi. Tapi kok suami gak gerak ya, badannya sakit semua, terutama bagian kaki dan bahu. Ya sudah, saya diamkan saja, kasian melihatnya dan kami sepakat untuk berpisah dengan temannya.
Betul, jam 5 lebih 5 menit, ada bel bunyi, temannya udah ngajakin berangkat, sedang kami masih santai aja. Kami atur rencana lagi. Saya intrograsi suami hasil browsingan semalam, beliau bilang ke Nikko aja.
Beliau kayakna terhipnotis dengan bujukan temannya yang tinggal di sini. Saya sih cuma memakmumi saja, nurut. Karena bahu pegel dan kaku, maka jalan-jalan kali ini menggunakan koper. Gak salah tuh? Enggaklah, secara orang Jepang juga banyak yang membawa koper digledek. Lagipula tas kami tu ransel, cuma ada gledekannya, jadi bisa dipake di bahu atau ditarik kayak koper.
Ya sudah, jam 6 berangkat, rute perjalanannya Kannai-Tokyo-Utsunomiya-Nikko. Kami naik Shinkansen dari Tokyo ke Utsunomiya. Alamaaak senangnya hatiku karena yang kutunggu-tunggu datang, naik shinkansen. Setelah berburu tiket shinkansen dan sempat salah loket *gak papa yang penting nyampe, kami disuruh ke line 21. Gilak ya booo sta Tokyo guedhe buanget secara linenya aja sampe puluhan dan kalo di Tokyo itu, ruameeeee buanget, banyak orang jalannya cepet, saya kalo mau belok kadang terbawa arus *lebay. Padahal ini kali kedua saya ke sta Tokyo.
Sampai di line 21, saya kebelet pipis, ya sudah kami berdua turun lagi dan cepet-cepet naik ke atas. Shinkansen sudah menunggu. Shinkansen itu ada banyak nama. Satu nama aja bentuknya beda-beda, dalamnya juga. Ada petugas di luar gerbong yang menyambut. Shinkansen berangkatnya tepat waktu. Pelan dan halus sekali kereta mulai bergerak, makin lama makin cepat.
Kereta yang kami tumpangi Shinkansen Yamabiko jurusan Tokyo-Utsunomiya (saya kurang tau pemberhentian sta terakhir dimana). Suasananya sangat nyaman. Uenaknya naik shinkansen, cepat banget karena kecepatannya 300 km/jam, alus, telinga juga gak gembrebeg pas lewat terowongan, gak nyesel deh pokoknya. Takjub saya. Legaaa, yuk ngemil dulu. Pas mau minum loh kog botol minumnya gak ada? Lah, kemana yah? Setelah diingat-ingat ternyata ketinggalan pas di toilet, ya sudah relakan saja.
Shinkansen dan Koperku |
Bagian dalamnya |
Gak cuma itu aja, fasilitasnya ternyata komplit banget, saya sempatkan untuk mendokumentasikannya. Bahkan baby bed ada, dan hebatnya lagi mereka juga memperhatikan kebutuhan para disabilitas. Keren ya!
Fasilitas di dalamnya |
Setelah 45 menit, kami sampai di Utsunomiya. Kami cuma transit saja karena untuk ke Nikko kami naik kereta lokal. Kalau naik kereta lokal apalagi di kota-kota kecil, biasanya tidak ada layar yang menunjukkan destinasinya. Tapi jangan khawatir, petugasnya pasti ngasih info kog, tujuan selanjutnya mana dan kita ada di mana, pake bahasa Jepang pastinya. Ketika di kereta lokal tersebut kami tiduran sebentar dengan tenang karena Nikko merupakan stasiun tujuan yang terakhir.
Sampailah di Nikko. Begitu keluar sta, dinginnyaaa. Ternyata masih ada salju lho di Nikko. Kami lihat ke depan kog banyak orang pada ngantri di halte ya? Kami pun ikut-ikutan. Ternyata bisnya sudah penuh, padahal kami juga tidak tau bis itu mau kemana *gludak. Nah, daripada bingung, kami makan roti dulu, foto-foto dulu *sodorin kamera dan hasilnya
Kami putuskan untuk jalan kaki saja. Lha mana air terjunnya? Mana danaunya? Kog cuma toko-toko doang di sini *bingung.
Setelah jalan kaki gak jauh dari sta, kami menemukan tourist information yang ramenyaaa. Banyak turis dari India, Cina, bule juga ada. Mau yang mana? *halah opo to iki. Setelah dikasih tau, ternyata untuk sampai ke air terjun dan danau harus naik bis.
Di tourist information tersebut, kita bisa membeli tiket bis juga. Kami bingung. Semua tulisan Jepang dan angka nominal dalam yen. Ya sudah, kami memilih harga termurah yakni 1.000 yen per orang, katanya bisa turun/naik di halte mana saja dan balik kapan saja. Dalam hati, murah bener. Setelah itu, kami antre di halte.
Selama perjalanan kog ada orang yang turun, pikir saya kog pak sopir tau? Ternyata ada bel di atas tempat duduk *eeeeaaa keliatan ndesone.
Itu Belnya |
Lebih enaknya lagi, layar di dekat pak sopir yang memberitahukan next destination ada yang berbahasa Inggris, jadi kami tau nanti mau turun dimana. Jalan yang kami lalui naik turun, berlikuk-likuk, mana saya duduknya pojok, paling belakang, pusing deh!
Sepanjang jalan, kami dimanjakan dengan pemandangan salju dan gunung salju. Selain itu juga pohon yang meranggas. Hal ini membuat saya antara senang, pusing, dan ngantuk. Campur-campur pokoknya.
Tujuan kami di Nikko untuk melihat daerah Chuzenji, yang terkenal dengan air terjun dan danaunya. Setelah sampai, pemandangannya bagus sih tapi sayang air terjunnya masih kelihatan sedikit beku. Untuk melihat dari dekat bisa naik elevator. Karena masih belum bagus banget secara banyak pohon meranggas, kami urung naik, alesan biar irit. Kami foto-foto di situ, ke toko souvenir, dan maksi di situ. Tentunya kami maksi dengan bekal yang dibawa dari rumah, irit tauk. Eh tapi kami beli sayur juga lho di sana, lumayan untuk penghangat tubuh. Harganya 1 mangkok kecil stereofom 300 yen.
Air Terjun Chuzenji |
Pemandangan di Sekitarnya |
Setelah itu kami ke Danau Chuzenji. Bagus banget danaunya. Airnya biru dengan latar belakang gunung salju. Udara di sini dingin, yang engga nguatin sih anginnya, kenceng banget.
Danau Chuzenji |
Setelah puas, kami berencana ingin ke daerah yang lebih tinggi lagi. Meluncurlah kami ke halte. Bis yang mau naik ke atas datang. Kamipun naik dan ternyata setelah menunjukkan tiket, kami dilarang naik. Kamipun ngotot tetep mau naik. Selidik punya selidik ternyata tiket kami hanya untuk berkeliling maksimal di daerah Chuzenji saja, jadi kalo mau ke atas lagi engga bisa tapi kalo daerah di bawahnya boleh.
Pantesan kami semula berpikir kog murah banget cuma 1000 yen bisa keliling ke wilayah gunung yang naik turun dengan kategori all pass. Ternyata engga toh. Pantesan tadi pas beli tiket, ada beberapa daftar harga yang tertera. Oalaaaaah terjawab sudah di sini.
Karena bis yang turun masih 15 menit lagi, kami pun berkeliling sepanjang danau dengan suara koper yang gledekan. Meski gaduh, cuek aja karena kami engga capek. Setelah itu pulang deh naik bis. Untungnya pak sopir baik, beliau menerangkan kanan kiri jalan meski bingung karena pake bahasa Jepang. Kami menikmati saja layaknya penggembira. Dan yang lebih asyiknya lagi, sensasi waktu bisnya di turunan atau menikung tajam, kayak naik roller coaster. Penumpang yang lain juga sempat teriak-teriak kecil. Seruuu.
Pemandangan dari Dalam Bis |
Dari Chuzenji, kami turun di Nishisando. Di sini ada kumpulan kuil yang termasuk dalam area kuno. Kami tidak masuk ke Toshogu Shrine karena bayar *males banget haha. Suasana di sini adem banget karena banyak pohon-pohon besar. Yang pasti udaranya seger banget, air selokannya aja jernih.
Kami jalan saja mengikuti alur yang ada hingga sampailah di Shinkyo Bridge. Setelah itu kami mampir ke toko souvenir tapi engga ada yang pas di mata dan di kantong. Ya sudah kami pulang naik bis sampai di Sta Nikko. Arah pulangnya dari Nikko-Utsunomiya pake kereta lokal, lalu Utsunomiya-Tokyo pake shinkansen, Tokyo-Kannai pake kereta lokal yang Keihin-Tohoku Line atau Negishi Line.
Yang unik kereta shinkansen dari Utsunomiya ke Tokyo namanya sama dengan shinkansen waktu kami berangkat yakni Yamabiko tetapi bentuk luarnya dan bagian dalamnya berbeda.
Shinkansen Yamabiko Waktu Pulang |
Kami pulang ke apartemen dengan senang karena gak terlalu capek dan puas. What next?
No comments